Evalusi Indra irawan sis IGR -506
Hari Pertama di MAKO IGR ..Saat check perlengkapan.Tidak Ada PONCHO..Tapi Dapat Pinjaman sehingga dalam masalah perlengkapan,tidak ada masalah.Untuk Ke depan Di pastikan Saya sudah memiliki Poncho Sendiri.
Hari Ke dua : Dalam Pembagian Seragam Seragam saya belang Celana PDL dapat warna Aga biru2 dongker..Tapi Itu Bukan Kendala untuk Ikut Training. Cuma,Peralatan Survival KIT tidak lengakap. Saya tidak membawa jarum + Benang jahit.Untuk K depan Saya Akan Mengusahakan Membawa Survival KIT lengkap.
Hari Ke tiga : Tidak ada masalah Dalam Peralatan ataupun dengan Teman-teman,Cuma saya menyadari ,Sebagai wakil Ketua kelompok saya agak Kurang menyatu dengan kelompok. Mungkin di karenakan Lokasi bivak Yang Berpencar-pencar. Serta Waktu Untuk bincang-bincang Atau Evaluasi Sangat Terbatas. Secara pribadi Masalah Makan dalam tehnik survival mungkin masih belum bisa saya terapkan,Alsan saya.Karana ada logistik di depan mata jadi tidak mungkin saya di biarkan untuk berlapar-lapar berlama-lama. Untuk K depan dalam masalah makan survival sepertinya harus mulai membiasakan agar terbiasa.
Hari ke empat : Mungkin Saya harus Mengurangi kebiasaan Merokok Saya karna Tidak tahan untuk tidak merokok,saya menjadi drop karna ketergantungan nikotin.
Hari ke Lima : Saat Perjalanan Malam Kelompok Saya mengalami Kendala. Dimana Ketua Kelompok Macan tutul,Mengalami Pusing atau mual di karenakan mengkonsumsi bawang. Dan hal itu sangat mempengaruhi Kelompok MACAN TUTUL dan juga Kelompok Lain. Tetapi dengan Semangat yang membara .Alfian Ketua Kelompok Macan tutul mampu menormalisir keadaanya kembali. DAn Untuk Tiara salah satu anggota Perempuan satu-satunya,memang cukup membuat peserta bahkan mungkin para pelatih merasa kehilangan semangat dan merasakan DROP..sayapun merasakan hal itu,kami mencoba mencari bagaimana cara agar tiara dapat berjalan cepat dan tidak terlalu berlama-lama dalam setiap BREAK.Namun,Hal inilah yang tetap menjadi kendala,Padahal sebagaian barang perlengkapan serta beban yang di bawanya sudah tidak ada.Namun Kami menyadari kalau Fhisik tiap orang berbeda-beda.untuk saya sendiri,telapak kaki sudah terasa perih di karenakan kaos kaki yang basah serta dalam sepatu yang juga basah.dan itu menjadi kendala saya dalam melangkahkan kaki.Untuk Ke Depan semoga saya bisa mengatasi Hal itu..
Hari Kelima : Sudah tidak Ada Kendala dengan Peserta Kelompok MACAN TUTUL. Dan justru kendala itu ada pada saya sendiri,Telapak Kaki saya semakin perih,dan di tambah kaki kiri saya mengalami terasa sakit apabila di tekuk dan di langkahkan. dan itu memang sudah saya pikirkan sebelum ikut training. saya juga tidak ingin hal seperti itu. Namun Tiap turun Gunung ,Hal itu pasti saya rasakan pada kaki kiri saya.Dan tidak ada yang di buat-buat ataupun rekayasa.
Puncakanya ketika hari pelatihan selesai dengan kembali ke MAKO hal itu yang membuat saya menjadi kebanggaan tersendiri,mendapat sambutan dari PANGLIMA GREEN RANGER serta senior2.
Saya menyadari ,betapa lemahnya kami-kami di saat training kemarin tidak mampu menyelesaikan sampai pos terakhir..
dan Mungkin Misi kami bisa dinyatakan Belum Selesai
-Terima kasih untuk pimpinan tertinggi INDONESIA GREEN RANGER,Bang IDHAT LUBIS ,Hormat saya. Terima kasih Atas Kesempatan yang di berikan untuk saya menjadi peserta TGJS kemarin
-Terima kasih banyak Saya ucapakan Untuk Senior didin yang sudah peduli dengan saya dan banyak memberikan Materi serta pengetahuannya di dalam SURVIVAL khususnya untuk menambah pengetahuan saya.Terima kasih Atas Bantuannya karna telah bersedia membantu saya membawakan beban saya.
-Terima kasih juga Untuk Senior Doni jangkrik atas ilmu navigasinya.
-Terima kasih Senior Yasin Gypsy Atas Back up'nya di kelompok MACAN TUTUL.
Terima kasih Senior Bang Yudhi.Telah Ikut Melatih dan mengawal Kami-kami serta memberikan ilmunya kepada kami.
-Terima kasih senior Yudha atas praktek pembuatan apinya,secara private.hee..
Terima kasih juga Kepada para senior-senior IGR yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Terima kasih SUPOORTnya..!!
Minggu, 27 November 2011
Bahaya di pegunungan
BAHAYA DI PEGUNUNGAN
Bahaya di pegunungan dibedakan menjadi :
a. Bahaya subyektif, disebabkan oleh orang yang mendaki gunung sendiri.
b. Bahaya obyektif, disebabkan oleh gunung atau lapangan/alam itu sendiri.
b. Bahaya obyektif, disebabkan oleh gunung atau lapangan/alam itu sendiri.
Dalam praktek tidak mungkin mengadakan perbedaan eksas (pasti), karena banyak terjadi bahaya yang obyektif dibandingkan dengan bahaya subyektif, apabila orang melakukan kesalahan dan tidak ingat akan bahaya tersebut.
Barangsiapa sebelumnya mengetahui bahaya-bahaya yang obyektif seperti :
1. Kejatuhan batu
2. daerah-daerah yang berbahaya
3. petir
4. kabut
5. udara yang mendadak menjadi buruk
1. Kejatuhan batu
2. daerah-daerah yang berbahaya
3. petir
4. kabut
5. udara yang mendadak menjadi buruk
Maka dia akan dapat menghindari (tidak tentu) bahaya-bahaya tersebut.
Barangsiapa pada waktu akan terjadi bahaya, dengan cepat dan dengan cara yang benar menghindarkan diri dari bahaya-bahaya tersebut, ada harapan untuk hidup lama di pegunungan.
Barangsiapa pada waktu akan terjadi bahaya, dengan cepat dan dengan cara yang benar menghindarkan diri dari bahaya-bahaya tersebut, ada harapan untuk hidup lama di pegunungan.
Bahaya-bahaya yang subyektif seperti :
1. keadaan atau lemah badan dari orang yang akan mendaki
2. pengetahuan dan pengalaman yang kurang merupakan unsur-unsur yang lebih rumit.
1. keadaan atau lemah badan dari orang yang akan mendaki
2. pengetahuan dan pengalaman yang kurang merupakan unsur-unsur yang lebih rumit.
Dorongan hati untuk pegang peranan dan penyakit ingin dihormati oleh sesama orang, untuk menggantikan prestasi orang lain, membuat orang menjadi buta dan akan memiliki nasib yang tidak baik dipegunungan. Orang yang menderita tekanan jiwa, tidak boleh mendaki gunung. Perjalanan ke gunung yang sunyi dapat menimbulkan keajaiban.
a. Batu yang jatuh dari gunung, merupakan ancaman bahaya besar.
Hembusan angin yang kuat, hujan angin, menyebabkan batu-batu tersebut berjatuhan. Juga orang dan binatang, dapat menyebabkan batu-batu berjatuhan.
Pada masa sekarang ini dimana banyak perjalanan dilakukan di pegunungan, batu-batu yang berjatuhan, disebabkan oleh pendaki gunung yang kurang hati-hati, merupakan salah satu bahaya yang terpenting di pegunungan.
Pada batu karang yang banyak mengandung batu-batu lepas, merupakan bahaya yang lebih besar dari pada batu karang yang mengandung batu-batu tetap. Puing-puing yang banyak pada batu karang dan parit-parit yang sempit serta dalam, merupakan saksi dari batu-batu yang jatuh. Karena batu-batu yang jatuh itu disebabkan oleh belahan, parit-parit yang sempit dan dalam di tempat-tempat dan dalam di tempat-tempat tertentu, maka di tempat tersebut terjadilah bahaya yang lebih besar.
b. Apa yang kita kerjakan kalau ada petir?
Tempat-tempat khusus yang berbahaya bagi petir adalah :
Hembusan angin yang kuat, hujan angin, menyebabkan batu-batu tersebut berjatuhan. Juga orang dan binatang, dapat menyebabkan batu-batu berjatuhan.
Pada masa sekarang ini dimana banyak perjalanan dilakukan di pegunungan, batu-batu yang berjatuhan, disebabkan oleh pendaki gunung yang kurang hati-hati, merupakan salah satu bahaya yang terpenting di pegunungan.
Pada batu karang yang banyak mengandung batu-batu lepas, merupakan bahaya yang lebih besar dari pada batu karang yang mengandung batu-batu tetap. Puing-puing yang banyak pada batu karang dan parit-parit yang sempit serta dalam, merupakan saksi dari batu-batu yang jatuh. Karena batu-batu yang jatuh itu disebabkan oleh belahan, parit-parit yang sempit dan dalam di tempat-tempat dan dalam di tempat-tempat tertentu, maka di tempat tersebut terjadilah bahaya yang lebih besar.
b. Apa yang kita kerjakan kalau ada petir?
Tempat-tempat khusus yang berbahaya bagi petir adalah :
- Tempat-tempat yang menonjol sperti : puncak, salib pada gunung, batu karang yang menonjol, pohon-pohonan, sungai-sungai. Batu karang pada umumnya lebih berbahaya daripada salju. Pada cuaca buruk, segera tinggalkan tempat-tempat tersebut.
- Segi tiga pada batu karang.
Perlindungan yang terbaik dari sambaran petir ialah : mengurungkan untuk berjalan atau lebih awal pulang.
Cuaca buruk jarang datang pada siang hari atau pada pagi hari. Pada waktu ada petir segera jongkok, duduk di atas tanah atau duduk diatas ransel atau tali yang sedang digulungkan dan menunggu sampai petir hilang.
Jangan sekali-kali bersembunyi dalam gua, imbang/bersender pada dinding.
Tempat-tempat itu sangat berbahaya, karena tanah yang meledak dan emosi. Kran air, kawat baja dan kawat berduri jangan sampai di sambar petir. Meskipun itu tidak secara langsung menarik logam, tetapi mengalirkan listrik (penghantar yang baik).
c. K a b u t
Cuaca buruk jarang datang pada siang hari atau pada pagi hari. Pada waktu ada petir segera jongkok, duduk di atas tanah atau duduk diatas ransel atau tali yang sedang digulungkan dan menunggu sampai petir hilang.
Jangan sekali-kali bersembunyi dalam gua, imbang/bersender pada dinding.
Tempat-tempat itu sangat berbahaya, karena tanah yang meledak dan emosi. Kran air, kawat baja dan kawat berduri jangan sampai di sambar petir. Meskipun itu tidak secara langsung menarik logam, tetapi mengalirkan listrik (penghantar yang baik).
c. K a b u t
Kabut menimbulkan persoalan pada waktu kita mencari keterangan tentang tempat yang akan kita datangi. Kita harus membawa peta, kompas, meteran untuk mengukur tekanan udara. Pada waktu ada kabut tebal, kita harus percaya pada alat-alat kita itu.
d. Udara mendadak menjadi buruk
Keadaan udara yang mendadak menjadi buruk di pegunungan, harus mendapat perhatian yang serius. Pada perjalanan yang berat, kita mengambil resiko (kesempatan yang berbahaya) tentang udara yang mendadak menjadi buruk. Untuk perjalanan semacam itu, sebaiknya, menunggu cuaca yang baik.
Menunggu yang sabar, pada waktu pulang, keberanian, kewaspadaan dan perasaan bertanggung jawab, merupakan syarat bagi pendaki gunung.
Tanpa pertimbangan, begitu saja melakukan perjalanan, tidak lain hanya merupakan kebodohan saja. Barang siapa tidak mengenal bahaya, akan mejadi berani.
Menunggu yang sabar, pada waktu pulang, keberanian, kewaspadaan dan perasaan bertanggung jawab, merupakan syarat bagi pendaki gunung.
Tanpa pertimbangan, begitu saja melakukan perjalanan, tidak lain hanya merupakan kebodohan saja. Barang siapa tidak mengenal bahaya, akan mejadi berani.
Mounteneering
Mountenering
• Mountaineering adalah pendakian gunung
Mountaineering/mendaki gunung bukanlah olahraga biasa, karena itu, setiap pendaki gunung harus memiliki cukup mental, ketrampilan, kekuatan dan daya juang tinggi. Hal ini karena tantangan yang dihadapi mempunyai kualitas tersendiri.
Pada hakekatnya, bahasa dan tantangan bertujuan sebagai menguji kemampuan diri sendiri di alam bebas yang keras.endaki gunung seperti kegiatan petualangan lainnya merupakan sebuah aktivitas olahraga berat. Kegiatan ini memerlukan kondisi kebugaran yang prima. Bedanya dengan olahraga yang lain, mendaki gunung dilakukan di tengah alam terbuka yang liar, sebuah lingkungan yang sesungguhnya bukan habitat manusia, apalagi anak kota.
Pendaki yang baik sadar adanya bahaya yang bakal menghadang dalam aktivitasnya yang diistilahkan dengan bahaya obyektif dan bahaya subyektif. Bahaya obyektif adalah bahaya yang datang dari sifat-sifat alam itu sendiri. Misalnya saja gunung memiliki suhu udara yang lebih dingin ditambah angin yang membekukan, adanya hujan tanpa tempat berteduh, kecuraman permukaan yang dapat menyebabkan orang tergelincir sekaligus berisiko jatuhnya batu-batuan, dan malam yang gelap pekat. Sifat bahaya tersebut tidak dapat diubah manusia.
Hanya saja, sering kali pendaki pemula menganggap mendaki gunung sebagai rekreasi biasa. Apalagi untuk gunung-gunung populer dan “mudah” didaki, seperti Penanggungan,Gede-pangrango atau Lawu. Akibatnya, mereka lalai dengan persiapan fisik maupun perlengkapan pendakian. Tidak jarang di antara tubuh mereka hanya berlapiskan kaus oblong dengan bekal biskuit atau air ala kadarnya.
Meski tidak dapat diubah, sebenarnya pendaki dapat mengurangi dampak negatifnya. Misalnya dengan membawa baju hangat dan jaket tebal untuk melindungi diri dari dinginnya udara. Membawa tenda untuk melindungi diri dari hujan bila berkemah, membawa lampu senter, dan sebagainya.
Sementara bahaya subyektif datangnya dari diri orang itu sendiri, yaitu seberapa siap dia dapat mendaki gunung. Apakah dia cukup sehat, cukup kuat, pengetahuannya tentang peta kompas memadai (karena tidak ada rambu-rambu lalu lintas di gunung), dan sebagainya.
Memang, mendaki gunung memiliki unsur petualangan. Petualangan adalah sebagai satu bentuk pikiran yang mulai dengan perasaan tidak pasti mengenai hasil perjalanan dan selalu berakhir dengan perasaan puas karena suksesnya perjalanan tersebut. Perasaan yang muncul saat bertualang adalah rasa takut menghadapi bahaya secara fisik atau psikologis. Tanpa adanya rasa takut maka tidak ada petualangan karena tidak ada pula tantangan.
Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena itu Zuckerma pernah menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung.
Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka. Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.
• Secara umum pendakian dibagi menjadi 3 kelompok:
1. Mountain Walking: Hill Walking, Fell running, Tracking, serta Scrambling
2. Climbing: Rock Climbing, Ice Clambing dan masing-masing dengan variasinya
3. Mountaineering: perjalanan mendaki yang merupakan gabungan di semua bentuk pendakian di atas, memerlukan waktu lama sehingga diperlukan pengetahuan teknis dan pengalaman mendaki, manajemen perjalanan, dan manajemen logistic
• Sistem Pendakian
1. Himalaya Style: sistem pendakian rute yang panjang untuk mencapai tujuan (puncak), diperlukan waktu yang cukup lama. Contoh: pendakian di gunung Arfopuro dan Semeru
2. Alpine Style: sistem pendakian yang mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus mencapai puncak, baru pendakian dianggap berhasil
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.
1.Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
Risiko mendaki gunung yang tinggi, tidak menghalangi para pendaki untuk tetap melanjutan pendakian, karena itu Zuckerma pernah menyatakan bahwa para pendaki gunung memiliki kecenderungan sensation seeking [pemburuan sensasi] tinggi. Para sensation seeker menganggap dan menerima risiko sebagai nilai atau harga dari sesuatu yang didapatkan dari sensasi atau pengalaman itu sendiri. Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan maupun kurang menyenangkan tersebut membentuk self-esteem [kebanggaan /kepercayaan diri].
Pengalaman-pengalaman ini selanjutnya menimbulkan perasaan individu tentang dirinya, baik perasaan positif maupun perasaan negatif. Perjalanan pendakian yang dilakukan oleh para pendaki menghasilkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan dan sukses mendaki gunung, atau gagal mendaki gunung. Kesuksesan yang merupakan faktor penunjang tinggi rendahnya self-esteem, merupakan bagian dari pengalaman para pendaki dalam mendaki gunung.
Fenomena yang terjadi adalah apakah mendaki gunung bagi para pendaki merupakan sensation seeking untuk meningkatkan self-esteem mereka. Selanjutnya, sensation seeking bagi para pendaki gunung kemungkinan memiliki hubungan dengan self-esteem pendaki tersebut. Karena pengalaman yang dialami para pendaki dalam pendakian dapat berupa keberhasilan maupun kegagalan.
• Secara umum pendakian dibagi menjadi 3 kelompok:
1. Mountain Walking: Hill Walking, Fell running, Tracking, serta Scrambling
2. Climbing: Rock Climbing, Ice Clambing dan masing-masing dengan variasinya
3. Mountaineering: perjalanan mendaki yang merupakan gabungan di semua bentuk pendakian di atas, memerlukan waktu lama sehingga diperlukan pengetahuan teknis dan pengalaman mendaki, manajemen perjalanan, dan manajemen logistic
• Sistem Pendakian
1. Himalaya Style: sistem pendakian rute yang panjang untuk mencapai tujuan (puncak), diperlukan waktu yang cukup lama. Contoh: pendakian di gunung Arfopuro dan Semeru
2. Alpine Style: sistem pendakian yang mempunyai tujuan bahwa semua pendaki harus mencapai puncak, baru pendakian dianggap berhasil
Persiapan mendaki gunung
Persiapan umum untuk mendaki gunung antara lain kesiapan mental, fisik, etika, pengetahuan dan ketrampilan.
1.Kesiapan mental.
Mental amat berpengaruh, karena jika mentalnya sedang fit, maka fisik pun akan fit, tetapi bisa saja terjadi sebaliknya.
2.Kesiapan fisik.
Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelan-pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya.
3.Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju.
4.Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis.
Perencanan pendakian.
Hal pertama yang ahrus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan data-data kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll.
Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
Jam tangan.
Makanan (logistik).
Makanan yang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan nasi satu kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat dan memerluakan waktu yang lama untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit.
Hal yang perlu diperhatikan, hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis.
Umumnya makanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian berat ransel dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan tempat didalam ransel.
Peralatan lain
Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil yang terkadang dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu berupa obat-obatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering, senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap bersih.
Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang begitu saja di alam terbuka. Selain mengotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan petunjuk dari barang-barang yang tercecer.
#Cara Mendaki Gunung yang baik (hiking savety)
Tidak hanya keselamatan yang dibawa pulang oleh para pendaki, tidak sedikit para pendaki yang harus pulang namanya saja ketika mendaki sebuah gunung. Ada banyak penyebab mengapa kecelakaan di gunung terjadi disamping faktor humam error, faktor alam juga berperan pada suatu kecelakaan di gunung. Beberapa faktor humam error yang menyebabkan kecelakaan terjadi antara lain :
Beberapa latihan fisik yang perlu kita lakukan, misalnya : Stretching /perenggangan [sebelum dan sesudah melakukan aktifitas olahraga, lakukanlah perenggangan, agar tubuh kita dapat terlatih kelenturannya]. Jogging (lari pelan-pelan) Lama waktu dan jarak sesuai dengan kemampuan kita, tetapi waktu, jarak dan kecepatan selalu kita tambah dari waktu sebelumnya. Latihan lainnya bisa saja sit-up, push-up dan pull-up Lakukan sesuai kemampuan kita dan tambahlah porsinya melebihi porsi sebelumnya.
3.Kesiapan administrasi.
Mempersiapkan seluruh prosedur yang dibutuhkan untuk perijinan memasuki kawasan yang akan dituju.
4.Kesiapan pengetahuan dan ketrampilan.
Pengetahuan untuk dapat hidup di alam bebas. Kemampuan minimal yang perlu bagi pendaki adalah pengetahuan tentang navigasi darat, survival serta EMC [emergency medical care] praktis.
Perencanan pendakian.
Hal pertama yang ahrus dilakukan adalah mencari informasi. Untuk mendapatkan data-data kita dapat memperoleh dari literatur- literatur yang berupa buku-buku atau artikel-artikel yang kita butuhkan atau dari orang-orang yang pernah melakukan pendakian pada objek yang akan kita tuju. Tidak salah juga bila meminta informasi dari penduduk setempat atau siapa saja yang mengerti tentang gambaran medan lokasi yang akan kita daki.
Selanjutnya buatlah ROP (Rencana Operasi Perjalanan). Buatlah perencanaan secara detail dan rinci, yang berisi tentang daerah mana yang dituju, berapa lama kegiatan berlangsung, perlengkapan apa saja yang dibutuhkan, makanan yang perlu dibawa, perkiraan biaya perjalanan, bagaimana mencapai daerah tersebut, serta prosedur pengurusan ijin mendaki di daerah tersebut. Lalu buatlah ROP secara teliti dan sedetail mungkin, mulai dari rincian waktu sebelum kegiatan sampai dengan setelah kegiatan. Aturlah pembagian job dengan anggota pendaki yang lain (satu kelompok), tentukan kapan waktu makan, kapan harus istirahat, dan sebagainya.
Intinya dalam perencanaan pendakian, hendaknya memperhatikan :
- Mengenali kemampuan diri dalam tim dalam menghadapi medan.
- Mempelajari medan yang akan ditempuh.
- Teliti rencana pendakian dan rute yang akan ditempuh secermat mungkin.
- Pikirkan waktu yang digunakan dalam pendakian.
- Periksa segala perlengkapan yang akan dibawa.
- Perlengkapan jalan : sepatu, kaos kaki, celana, ikat pinggang, baju, topi, jas hujan, dll.
- Perlengkapan tidur : sleeping bag, tenda, matras dll.
- Perlengkapan masak dan makan: kompor, sendok, makanan, korek dll.
- Perlengkapan pribadi : jarum , benang, obat pribadi, sikat, toilet paper / tissu, dll.
- Ransel / carrier.
Kompas, senter, pisau pinggang, golok tebas, Obat-obatan.
Peta, busur derajat, douglass protector, pengaris, pensil dll.
Alat komunikasi (Handy talky), survival kit, GPS [kalo ada]
Jam tangan.
Makanan (logistik).
Makanan yang dibawa seharusnya dapat memenuhi kebutuhan energi pendaki, selama pendakian seserorang membutuhkan sitar 5.000 kalori dan 100 gram protein, kalori dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi nasi. Namun ada baiknya hanya memakan nasi satu kali sehari di kala malam (saat berkemah) alasayanya beras realtif berat dan memerluakan waktu yang lama untu memasak serta menghabiskan banyak bahan bakar. Fungsi beras dapat diganti dengan roti, biskuit, coklat, dan hevermit.
Hal yang perlu diperhatikan, hindari mengkonsumsi makanan yang harus dimasak lebih dahulu selama mendaki, karena hal ini hanya akan merepotkan dan menghabiskan waktu perjalanan. Pilihlah makanan praktis seperti coklat, roti, agar-agar, buah-buahan, dapat juga dibuat mixfood yang terdiri atas kacang, coklat, biskuit dan kismis.
Umumnya makanan yang paling praktis dibawa adalah makanan instan yang memiliki kemasan, buanglah kemasan karton sebelum dimasukan dalam ransel dengan demikian berat ransel dapat berkurang dan makanan yang dibawapun tidak banyak memakan tempat didalam ransel.
Peralatan lain
Selain peralatan dan sejumlah perlengkapan, jangan lupa membawa perlengkapan kecil yang terkadang dirasa sepele, namun amat penting. Perlengkapan itu berupa obat-obatan seperti pelester, obat merah, tisu basah dan kering, senter, benang, jarum jahit, jam dan alat tulis. Peralatan itu terkandang dibutuhkan dalam keadaan darurat atau menjaga tubuh tetap bersih.
Hal terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah jangan lupa membawa tas / kantong plastik, tas plastik tersebut dibutuhkan untuk menaruh barang-barang yang kotor dan basah sebelum dicuci dan tas plastik juga berfungsi untuk membawa kembali sampah-sampah pendakian, sampah-sampah sisa makanan atau berkemah, janganlah dibuang begitu saja di alam terbuka. Selain mengotori, membuang sampah dapat menyulitkan usaha pencarian dan pertolongan bagi pendaki yang tersesat atau mengalami kecelakaan, kerap kali usaha pencarian oarang tersesat terbantu dengan petunjuk dari barang-barang yang tercecer.
#Cara Mendaki Gunung yang baik (hiking savety)
Tidak hanya keselamatan yang dibawa pulang oleh para pendaki, tidak sedikit para pendaki yang harus pulang namanya saja ketika mendaki sebuah gunung. Ada banyak penyebab mengapa kecelakaan di gunung terjadi disamping faktor humam error, faktor alam juga berperan pada suatu kecelakaan di gunung. Beberapa faktor humam error yang menyebabkan kecelakaan terjadi antara lain :
- Minimnya pengetahuan si pendaki tentang karakteristik medan yang akan dilaluinya.
- Membuka jalur baru tanpa pengetahuan navigasi dan survival yang memadai.
- Tersesat di hutan, karena kekurangan makanan dan air.
- Terjadinya perbedaan pendapat dalam kelompok pendaki.
- Kecerobohan leader dalam penentuan jalur yang akan dilalui.
Disamping karena faktor human error/ kecelakaan di gunung juga disebabkan oleh faktor alam yang antara lain :
- Suhu yang tiba-tiba turun drastis dikarenakan perbedaan suhu sekitar gunung menyebabkan turunnya daya tahan pendaki.
- Badai gunung.
- Binatang buas.
- Kebakaran hutan.
- Longsornya tebing gunung.
- Gas beracun.
Untuk meminimalkan terjadinya kecelakaan di gunung ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh si pendaki. Diantaranya adalah :
- Pendakian sebaiknya dilakukan oleh minimal 3 orang atau lebih.
- Kekompakan tim dalam perjalanan sangat vital dan diperlukan agar tercipta suasana saling membantu dan menghargai, sehingga perjalanan akan semakin cepat dan baik.
- Mempunyai leader atau pemimpin yang berpengalaman baik mental maupun pengetahuan agar dalam keadaan tertentu tidak terjadi perpecahan karena kurangnya wibawa leader.
- Membawa alat navigasi berupa peta lokasi pendakian, peta, altimeter [Alat pengukur ketinggian suatu tempat dari permukaan laut], atau kompas. Untuk itu, seorang pendaki harus paham bagaimana membaca peta dan melakukan orientasi. Jangan sekali-sekali mendaki bila dalam rombongan tidak ada yang berpengalaman mendaki dan berpengetahuan mendalam tentang navigasi.
- Pastikan kondisi tubuh sehat dan kuat. Berolahragalah seperti lari atau berenang secara rutin sebelum mendaki.
- Bawalah peralatan pendakian yang sesuai. Misalnya jaket anti air atau ponco, pisahkan pakaian untuk berkemah yang selalu harus kering dengan baju perjalanan, sepatu karet atau boot (jangan bersendal), senter dan baterai secukupnya, tenda, kantung tidur, matras.
- Hitunglah lama perjalanan untuk menyesuaikan kebutuhan logistik. Berapa banyak harus membawa beras, bahan bakar, lauk pauk, dan piring serta gelas. Bawalah wadah air yang harus selalu terisi sepanjang perjalanan.
- Bawalah peralatan medis, seperti obat merah, perban, dan obat-obat khusus bagi penderita penyakit tertentu.
- Jangan malu untuk belajar dan berdiskusi dengan kelompok pencinta alam yang kini telah tersebar di sekolah menengah atau universitas-universitas.
- Ukurlah kemampuan diri. Bila tidak sanggup meneruskan perjalanan, jangan ragu untuk kembali pulang.
Langganan:
Postingan (Atom)