Kangen Sama Pelajaran Sejarah di mana waktu masih Duduk Di Sekolah Dasar. Cerita para pahlawan nasional serta perjuangannya. Di bangku SLTP,masih dapat pelajaran dan cerita yang sama itu,setelah lulus SLTP dan mulai ke tingkat SLTA,Sudah mulai malas masuk kelas,dan lebih senang mendengar cerita pengalaman teman-teman. Namun, Sejrah dan cerita itu akan menjadi dasar saya untuk menjadi warga negara INDONESIA. walaupun saya juga kurang begitu mengetahui dan hapal nama-nama para pahlawan nasional itu. Yang saya tau pahlawan adalah orang yang berani membela tanah airnya ,agama,dan keyakinanya.Dengan keberaniannya orang mengenalnya,dengan perjuangannya serta jasanya yang besar untuk negaranya. Namun,apakah kita akan tetap mengenal dan menghargai jasa para pahlawan itu ?
Seiring waktu serta Teknologi yang makin maju dan makin modern. Saya sudah jarang mendapati dan mendengar cerita-cerita itu lagi,Di mulai dari sejarah 30s PKI yang katanya penuh dengan rekayasa,sehingga sejarah dan film itu di larang untuk di pertontonkan.Padahal dulu film itu film Nasional yang di putar setiap Tanggal 30 september guna memperingati hari Kebangkitan Nasional. Sekarang film itu sudah dilarang untuk di tayangkan. Secara tidak langsung hilang sudah satu sejarah.
Apakah Adik-adik saya sekarang mengenal sejarah Negerinya ?
Apakah adik-adik saya menyimpan jiwa nasionalisme ?
Tidak munafik,saya sendiri juga mungkin masih belum memiliki dan benar2 mengerti apa itu,dan bagaimana sikap yang disebut Jiwa Nasionalis.Yang saya tau jiwa nasionalis adalah punya rasa kebanggan dan kecintaan terhadap negerinya (indra version).hee..
Waktu usia saya masi belasan,Saya selalu menanti2 bulan agustus. Diman ,bulan itu tepatnya tanggal 17 agustus adalh di peringatinya hari kemerdekaan negara indonesia. Dan di bulan itu juga pasti di tiap kota dan daerah sibuk menyiapkan Berbagi acara perlombaan serta menghias lingkungannya dengan Atribut2 Indonesia dengan Warna merah putih.
Tetapi sekarang sdh 2 tahun ini sepertinya saya tidak bisa menikmati dan merayakannya lagi di lingkungan saya. selain tahun kemarin bertepatan dengan Bulan Ramadhan tahun ini juga sama.Satu lagi.Di lingkungan saya sdh tidak ada lagi sarana dan prasarana untuk merayakannya.Menyedihakan ..Tinggal Berpikir keras dengan temen-teman yang masih peduli dan berkreatifitas dengan memanfaatkan sarana dana prasarana yang ada.Bagaimana caranya untuk tetap merayakan Hari kemerdekaan tahun ini dan ke depannya..Kasihan adik-adik saya di lingkungan .perlahan-lahan mungkin semakin tidak mengetahui apa itu kemerdekaan dan kapan di peringatinya ?
Sampai sekarang , saya juga blm begitu mengerti, Seperti apa negara yang merdeka itu ?
Bukankah arti dari merdeka berarti bebas dari penghambaan, penjajahan, berdiri sendiri,tidak terkena atau lepas dari tuntutan,tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu,atau leluasa melakukan apapun tentunya dengan didasari hukum dan norma-norma yang berlaku. Terakhir saya mengunjungi musium-musium bersejarah,waktu ada kegiatan di sekolah dasar. Dan sampai sekarang saya blm pernah mengunjunginya lagi. apakh musium itu masih di buka/ saya juga tidak mencoba untuk mencari tau. Suatu saat saya pasti akan mengunjunginya.
Berikut adalah Nama-nama para pahlawan Nasioanal Di negara Kita di sertai penampakannya.
Add caption |
PAHLAWAN BUNG TOMO
Sutomo (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 3 Oktober 1920 – meninggal di Padang Arafah, Arab Saudi, 7 Oktober 1981 pada umur 61 tahun) lebih dikenal dengan sapaan akrab oleh rakyat sebagai Bung Tomo, adalah pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA, yang berakhir dengan pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda. Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.
Sutomo dibesarkan di rumah yang sangat menghargai pendidikan. Ia berbicara dengan terus terang dan penuh semangat. Ia suka bekerja keras untuk memperbaiki keadaan. Pada usia 12 tahun, ketika ia terpaksa meninggalkan pendidikannya di MULO, Sutomo melakukan berbagai pekerjaan kecil-kecilan untuk mengatasi dampak depresi yang melanda dunia saat itu. Belakangan ia menyelesaikan pendidikan HBS-nya lewat korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus.
Sutomo kemudian bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Belakangan Sutomo menegaskan bahwa filsafat kepanduan, ditambah dengan kesadaran nasionalis yang diperolehnya dari kelompok ini dan dari kakeknya, merupakan pengganti yang baik untuk pendidikan formalnya. Pada usia 17 tahun, ia menjadi terkenal ketika berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda. Sebelum pendudukan Jepang pada 1942, peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.
Sutomo pernah menjadi seorang jurnalis yang sukses. Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial. Ketika ia terpilih pada 1944 untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia. Namun semua ini mempersiapkan Sutomo untuk peranannya yang sangat penting, ketika pada Oktober dan November 1945, ia berusaha membangkitkan semangat rakyat sementara Surabaya diserang habis-habisan oleh tentara-tentara NICA. Sutomo terutama sekali dikenang karena seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi.
Meskipun Indonesia kalah dalam pertempuran 10 November itu, kejadian ini tetap dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Indonesia.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung politik. Pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Padahal, berbagai jabatan kenegaraan penting pernah disandang Bung Tomo. Ia pernah menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Bung Tomo juga tercatat sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia.
Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto. Meskipun semangatnya tidak hancur di dalam penjara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal.
Ia masih tetap berminat terhadap masalah-masalah politik, namun ia tidak pernah mengangkat-angkat peranannya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia sangat dekat dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam pendidikannya.
Sutomo sangat bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya, namun tidak menganggap dirinya sebagai seorang Muslim saleh, ataupun calon pembaharu dalam agama. Pada 7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo pada 9 November 2007. Akhirnya gelar pahlawan nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta
.